Hanya Membalas Pesan
Pernah melihat bibit tumbuhan masa kini?
Pohon mangga misalnya. Sekarang, kita sudah bisa memetik
buahnya dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan, hanya butuh waktu beberapa
bulan saja.
Kalau dipikir-pikir, ternyata cinta masa kini juga begitu.
Tidak butuh waktu yang panjang, bisa tumbuh menjadi-jadi.
Kalau dulu, tanaman itu harus ditunggu bertahun-tahun
lamanya baru bisa dinikmati. Tapi, masa itu sekarang telah berlalu. Tak perlu
payah menunggu hingga penat membelenggu dan hati menggerutu, tumbuhan itu sudah
bisa menyenangkan hati dari buah yang bisa dinikmati.
Cinta pun juga begitu. Kalau dulu, agar bisa tumbuh ia
membutuhkan waktu. Seperti halnya perjalanan sebuah surat. Ia harus di proses
di TU dulu, lalu ke bagian itu, naik lagi ke situ, turun ke situ, menunggu
dulu, baru kemudian dihubungi. Panjang bukan?
Tapi, begitulah adanya. Sebelum menjadi cinta. Ia melalui
mata dahulu. Baru diproses di dalam pikiran. Benih-benih suka ditanam di hati.
Baru kemudian, cintanya mekar menjadi-jadi.
Namun, setelah tahapan itu belum langsung ingin memiliki.
Dia akan memastikan terlebih dahulu. Baik perkara personalnya maupun perkara
lainnya. Setelah merasa yakin, baru dia mengetuk palu.
Akan tetapi, dewasa ini cinta sudah seperti mie instan. Dari
foto langsung jatuh ke hati. Dari suara langsung jatuh ke hati. Dari
kekayaannya apalagi, tidak perlu jatuh ke hati lagi. Langsung sikat bilang
suka.
“Cinta tumbuh begitu cepat. Tapi,
bagaimana dengan kualitasnya?”
Kalau kita tanya pada pemilik cinta masa kini, pasti
jawabannya semanis kopi.
"Kualitasnya bisa di uji
dong."
Emm, baiklah.
Tapi, kok matanya main lagi. Lihat tik tok si dia jadi
klepek-klepek. Lihat foto teman lama jadi merasa-rasa. Mendengar kabar dia baru
pulang dari negeri tetangga jadi pengen pedekate.
"Cuma kepengen saja, tapi tidak
beneran suka."
Dalih kepada teman-temannya.
Ya, mau gimana lagi. Sekarang itu, cinta menjadi alat untuk
mengelabui. Bukan lagi karena hati ke hati. Tapi, lebih kepada keuntungan yang
diperoleh nanti. Menjadi tenar karena viral, menjadi kaya karena pacar, menjadi
hebat karena punya banyak simpanan.
“Terus, cinta sekarang itu sebenarnya
bagaimana?”
Cinta yang sebenarnya tentu tumbuh dari hati. Hati
menghasilkan perasaan suka, peduli, kasih dan sayang. Sehingga menyuburkan rasa
cinta. Namun, dewasa ini cinta bukan lagi karena perasaan suka. Melainkan,
karena tujuan-tujuan nafsunya.
Sakit? Pasti.
Tapi, mengapa masih diikuti? Tertipu.
Yah, itulah sebabnya. Kebanyakan mereka tertipu oleh
janji-janji palsu.
"Tapi, saya lihat dia tulus
kok." Oh,
benarkah?
Bukankah itu cara klasik. Agar kamu bisa tertarik. Setelah
kamu lihat dia menarik. Kamu langsung baper tanpa berpikir balik. Akhirnya,
kamu masuk ke dalam perangkap cinta yang bertalikan nafsu.
Di awal-awal kalian memang menunjukkan rasa suka. Penuh
canda dan tawa. Tapi, lama-lama berasa beda. Mulai mengatur itu dan ini.
Memaksa itu dan ini. Menjadi begitu dan begini.
"Tapi, itukan dinamika
cinta."
Emm, benar juga ya.
Tapi, emangnya kamu sudah sah menjadi miliknya.
Jangan-jangan, kamu perlahan masuk dalam tipu dayanya.
Hanya kamu yang bisa menjawabnya. Jangan tanya sama dia.
Sebab, “Penjara akan penuh jika maling
mengaku” juga berlaku dalam konteks ini.
Akibat dari terlalu membawa perasaan. Cinta menjadi tumbuh
tidak terkendali, tidak berpikir panjang dan tidak beraturan. Perasaan harusnya
menjadi alasan tumbuhnya cinta bukan balasan pesan yang menjadi bukti kuatnya
cinta.
"Hati-hati. Dewasa ini, cinta banyak dijadikan alat untuk menipu. Mereka kira, si dia membalas perasaan. Ternyata, dia hanya membalas pesan.” Jlebbb
*
Terimakasih teman atas kunjungannya😊. Yuk lihat DAFTAR ISI BUKU ini.
Komentar
Posting Komentar